Sebelum terbentuknya Kerajaan Islam Hatuhaha di Jazirah
Uli Hatuhaha seringkali terjadi kerusuhan-kerusuhan, seperti pada tahun
1382 terjadi peperangan Urisiwa di gunung Sialana anatar
kelompok-kelompok yang tidak mau tunduk pada prinsip-prinsip Hatuhaha,
antara Kapitan yang satu dengan Kapitan yang lain. Tetapi dengan
kehadiran Kapitan Ismail Akipai di Jazirah ini, maka dapatlah diatasi
segala kerusuhan serta membawa perubahan-perubahan dalam mewujudkan
persatuan dan kesatuan di antara Kapitan-kapitan maupun tokoh-tokoh
masyarakat di Jazirah Uli Hatuhaha. Sehingga daerah ini dapat disatukan
dalam satu wadah yakni Uli Hatuhaha. Kapitan Ismail Akipai dapat
menciptakan suatu kondisi yang baik dengan jalan mengangkat Ronerusun
Marapaika (Matasiri) selaku kepala adat Hatuhaha Amarima Lounusa dengan
istilah Latu Nusa Barakate, yang memepunyai kedudukan tertinggi di
Jazirah Uli hatuhaha, dimana kedudukan ini masih tetap dipertahankan
sampai saat ini dengan istilah Ketua Latu Pati. Sedangkan pada
masing-masing negeri diangkat seorang raja, antara lain:
1. Kapitan Seipati Kabaresi sebagai Latu (Raja) untuk kelompok Sahapori (Kailolo) dengan gelar Latu Surinai.
2. Kelompok Samasuru (Kabauw) Latu Karia Sina (Latu Pisina Sinamahu)
kemudian diserahkan kepada Latu Supaholo seterusnya kepada marga
Pattimahu.
3. Kelompok Mandelisa (Rohomoni) diangkat dari kelompok Moniya Tihusele
ditetapkan Makuku Rahamete dengan gelar Sangaji, dimana marga Sangaji
memegang tampuk pemerintahan sampai sekarang.
4. Kapitan Tuai Leisina Tuanoya sebagai Latu (Raja) untuk kelompok Haturesi (Hulaliu).
Dalam proses pengangkatan di atas menimbulkan protes
dari Kapitan Kohiyasi, yang seolah-olah menghendaki kedudukan tersebut,
sesuai dengan kapatah sebagai berikut:
Musunipi kup lete asai Lounusa, o
Akipai hiti Latu Ronae, ea
Kohiyasi weitai kanamai, anakai Akipai Paria ipiri
Susa hee Latu Ronae, ihiti puna Latu Nusa Barakate
Namun sesuai dengan perjanjian bersama antara
Kapitan Akipai dengan Kapitan Rihiya Hutubesy pada saat berakhir
peperangan Uri-Siwa di gunung Sialana, maka Kapitan Ismail Akipai tetap
melaksanakan pengangkatan tersebut dan ternyata pengangkatan tersebut
berjalan baik tanpa seorangpun berani menghalanginya.
Dengan demikian dapatlah diketahui bahwa tugas dan
fungsi daripada Kapitan Ismail Akipai adalah untuk memulihkan keamanan
dan ketertiban dari gangguan, baik yang datang dari dalam maupun yang
datang dari luar, serta mengangkat kepala-kepala adat, Latu (Raja).
Berdasarkan informasi dari leluhur kami bahwa di Maluku
Tengah tepatnya di pulau Haruku, bagian Utara terdapat sebuah kerajaan
Islam yang bernama “Kerajaan Islam hatuhaha”, yang pada saat itu
merupakan suatu kerajaan Islam yang terkuat di Lease. Kerajaan Islam
Hatuhaha terbentuk daripada lima buah negeri yang disebut Amarima
Lounusa, antara lain :
1. Haturesi (Hulaliu)
2. Matasiri (Pelau)
3. Sahapori (Kailolo)
4. Samasuru (Kabauw)
5. Mandelisa (Rohomoni)
Kerajaan Islam Hatuhaha ini sebelumnya bernama
Kerajaan Hatuhaha, dimana pada tahun 1380 Miladiyah kerajaan tersebut
dibawah pengawasan seorang Kapitan yang bernama Kapitan Ismail Akipai
yang sakti mandraguna, namun struktur pemerintahannya belum diatur
sebagaimana halnya suatu kerajaan.
Dengan kedatangan Datuk Zainal Abidin di Jazirah Uli
Hatuhaha pada tahun 1385 Miladiyah sebagai penyiar agama Islam banyak
membawa perubahan sehingga pada tahun 1410-1412 Miladiyah agama Islam
diterima secara bulat oleh masyarakat Amarima Lounusa. Pada saat itu
juga Kerajaan Hatuhaha berganti nama menjadi Kerajaan Islam Hatuhaha,
dimana pelaksanaan roda administrasi pemerintahan dibagi menurut
kedudukan adat, antara lain:
1. Raja Matasiri (Pelauw) sebagai Latu Nusa Barakate Hatuhaha
2. Raja Haturesi (Hulaliu) sebagai Sekretaris Hatuhaha (penyimpanan arsip/ surat)
3. Raja Sahapori (Kailolo) sebagai Panglima Perang Hatuhaha serta
penjaga keamanan terhadap bahaya yang datang dari dalam maupun dari luar
Jazirah Uli Hatuhaha
4. Raja Samasuru (Kabauw) sebagai Ahli Perdagangan (koordinator bidang ekonomi)
5. Raja Mandelisa (Rohomoni) sebagai Imam Hatuhaha, hal ini didasarkan pada Muhudumu merupakan orang pertama yang diIslamkan
Setelah terbentuknya Kerajaan Islam Hatuhaha pada tahun
1410-1412 Miladiyah, tahun itu juga merupakan tonggak sejarah
perkembangan agama Islam di Jazirah Uli Hatuhaha yang dapat
mempersatukan Amarima Lounusa menjadi satu kesatuan, seperti diungkapkan
pada kapatah di bawah ini:
Hatuhaha taha rua taha rima’o
Ite looka hiti haha ruma’ea
Ite looka hiti haha ruma’io
Irehu waela sala isya’i
Artinya :
Masyarakat Hatuhaha tidak ada perbedaan kelompok, baik dua maupun lima,
mereka saling bantu membantu satu sama lain, karena mereka berasal dari
satu pancaran mata air.
Dengan demikian setiap permasalahan yang timbul di
Jazirah Uli Hatuhaha dapat dieselesaikan secara adat hatuhaha yang
dinamakan “Musunipi” (musyawarah). Hal ini atas gagasan Kapitan Ismail
Akipai.
Kerajaan Islam Hatuhaha pada awalnya merupakan satu
negeri adat yang besar dalam sejarah, dengan kedudukan ibu negerinya
dikenal dengan nama Amahatu yang terletak disekitar pegunungan Alaka.
Namun karena proses perkembangan sejarah, negeri Hatuhaha ini terpecah
menjadi lima buah negeri yang kesemuanya terpencar disepanjang pesisir
pantai pulau Haruku bagian Utara. Negeri Haturesi (Hulaliu) merupakan
satu-satunya pecahan negeri Hatuhaha yang penduduknya berpindah agama,
sedangkan empat negeri lainnya tetap berpegang kepada agama Islam.
Rabu, 12 Juni 2013
Sejarah HATUHAHA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Husain Salampessy. Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar